Jumat, 26 Februari 2016

KULTUM KEBIDANAN DALAM ISLAM



Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Selamat Pagi dan Salam sejahtera bagi kita semua.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, taufik, dan hidayahnya kepada kita sekalian. Sehingga kita masih dapat menikmati anugrah terindah nya berupa kesehatan dan kebahagiaan.
Shalawat serta salam mudah-mudahan tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar Kita Muhammad SAW yang telah menunjukkan kita dari jalan yang gelap gulita menuju jalan yang terang benderang yang seperti kita rasakan pada saat ini.
Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih karena saya sudah diperkenankan untuk mengisi kultum pada hari ini.

Hadirin sekalian yang berbahagia............
Sekarang banyak para pemuda kita terlibat dalam masalah pergaulan bebas dan perzinaan. Kita perhatikan, tidak sedikit anak-anak muda kita yang terbius dengan budaya pacaran atau free sexs. Tidak sedikit anak-anak gadis kita yang hamil di luar nikah. Tidak sedikit anak-anak gadis yang melakukan praktek aborsi, membuang bayi yang baru lahir ke tempat sampah, bahkan tidak sedikit ibu-ibu yang membunuh anaknya sendiri, dengan mencekik, mengikat dan munguburkannya hidup-hidup, na’udzubillah….

Karena itu hadirin, agar pergaulan bebas dan perzinan tidak terus merajalela, maka kita harus membendung dan mengahadangnya dengan melakukan langkah-langkah yang tepat dan akurat, cakap dan tanggap.

Apa yang harus kita lakukan? 

Yaitu kita harus mencari solusi agar tidak terjadi perzinaan
landasan surah yang menyatakan bahwa tidak berbuat zina terdapat dalam surah  al-Isra’ ayat 32: Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”. (al-Isra’/17:32)

Hadirin hadirat rahimakumullah……..

Demikian penegasan dan larangan Allah kepada insan-insan beriman agar jangan mendekati zina.  Imam Ali as-Shabuni dalam Shafwatut Tafasir menjelaskan “Larangan untuk menjauhi lebih tegas dan keras daripada larangan untuk melakukan”. Maksudnya “Janganlah kamu mendekati perbuatan yang dapat menghantarkan kepada zina seperti memegang, memandang, mencium, merayu dsb”.

Timbul pertanyaan, bagaimanakah perilaku kehidupan di negeri ini jika kita kaitkan dengan maksud ayat tadi?

Alhamdulilah hadirin, para pemuda kita masih banyak yang memiliki iman yang kuat, akhlak yang bermartabat dan pergaulan yang sehat. Salah satunya terbukti tidak sedikit anak-anak muda kita yang masih aktif di majlis-majlis ta’lim. Tidak sedikit anak-anak muda kita yang gemar mengikuti studi-studi keislaman, tidak sedikit anak-anak muda kita yang bergabung dengan organisasi-organisasi yang berbasiskan agama.

Namun sayang, tidak sedikit para pemuda kita yang perilakunya memalukan, memilukan sekaligus mengkhawatirkan. Lihatlah, tidak sedikit anak-anak muda kita yang terbius dengan budaya mabuk-mabukan.  Tidak sedikit anak-anak muda kita yang gemar melihat film-film porno, bacaan-bacaan porno gambar-gambar porno, vcd-vcd porno, sampai situs-situs porno. Tidak sedikit anak muda kita yang hobi melakukan judi, remi, dll.
Tidak sedikit anak-anak muda bahkan anak sd yang sudah terbiasa berpacaran, bermesraan, berciuman, bahkan berhubungan badan tanpa diikat tali pernikahan, bahkan ada juga anak sd yang sudah hamil. na’udzubillah….!

Oleh karena itu, kewajiban kita yaitu harus menyelamatkan generasi muda dari penyakit pergaulan bebas dan perzinaan. Apa yang harus dilakukan generasi muda agar terhindar dari pergaulan bebas dan perzinaan? Jawabannya kita renungkan firman Allah dalam surah an-Nur ayat 32
Artinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Dengan demikian hadirin, dapat ditegaskan salah satu langkah solutif untuk menyelamatkan generasi muda kita dari pergaulan bebas adalah dengan menikah.
Namun menikah pada juga mempunyai hukum wajib maupun haram dimana hukum wajib apabila memang benar-benar tidak dapat menjaga kesucian dan akhlaknya dan hukumnya haram apabila mempunyai tujuan yang salah seperti merusak atau menyakiti hati maupun fisik.

Timbul pertanyaan bagaimana anak yang menikah dini?

Dalam sebuah jurnal saya mendapatkan bahwa sebenarnya islam tidak ada batasan untuk usia seseorang namun lebih ditekankan untuk bagaimana kesiapan untuk membina rumah tangga. Kesiapan ini berupa segi ilmu, kesehatan, mental maupun ekonomi.

Saudara, sebangsa setanah air…….

Dengan demikian, dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa pergaulan bebas dan perzinaan merupakan salah satu penyakit masyarakat di kalangan generasi muda. Oleh karena itu, agar pergaulan bebas dan perzinaan tidak terus meraja lela, hendaknya kita membentengi diri dengan segera menikah. Sebagai penutup kami menghimbau kepada generasi muda: lebih baik menikah daripada berzina, menikah adalah ibadah, berzina adalah dosa, lebih baik menikah dini daripada berzina dini. Dan terakhir marilah kita berdoa semoga Allah memberikan kekuatan kepada anak-anak muda kita agar terhindar dari pergaulan bebas dan perzinaan, Allahumma amin….
Demikianlah yang dapat saya sampaikan apabila ada kesalahan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Wabilahitaufik walhidayah Wassalamu’alaikum warahmatulahi wabarakatuh

BAB 1

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Konsumsi gizi yang baik merupakan modal utama bagi kesehatan individu, yang dapat mempengaruhi status kesehatan seseorang. Seseorang yang mengkonsumsi asupan gizi yang salah atau tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh, maka akan menimbulkan masalah kesehatan. Malnutrition (gizi salah) merupakan keadaan mengkonsumsi asupan gizi yang salah, dalam bentuk asupan yang berlebihan ataupun kurang, sehingga dapat menimbulkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan asupan yang diperlukan oleh tubuh. Masalah kesehatan anak yang sering terjadi di Indonesia akibat asupan gizi yang kurang diantaranya adalah Kekurangan Vitamin A (KVA), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), anemia, dan Kekurangan Energi Protein (KEP) (Sulistyoningsih, 2011).
Sekitar 1,7 juta anak di bawah lima tahun (balita) di Indonesia terancam mengalami gizi buruk yang tersebar di daerah tertinggal seluruh Indonesia. Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2007, jumlah balita di Indonesia mencapai 17,2% dengan laju pertumbuhan penduduk semakin meningkat menjadi 2,7% per tahun. Menurut UNICEF, Indonesia merupakan negara yang berada di peringkat kelima dunia dengan jumlah balita yang terhambat pertumbuhan dan perkembangannya paling besar sekitar 7,7 juta balita (Departemen Kesehatan RI, 2007).
Salah satu masalah yang mendapatkan perhatian oleh pemerintah yang dapat meningkatkan pencapaian keberhasilan MDGs adalah status gizi balita. Status gizi balita dapat diukur berdasarkan umur, berat badan (BB), dan tinggi badan/panjang badan (TB). Variabel umur, BB, dan TB ini disajikan dalam bentuk tiga indikator antropometri, yaitu: berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).  Pada tahun 2010 terdapat 17,9% balita kekurangan gizi yang terdiri dari 13,0% balita berstatus gizi kurang dan 4,9% berstatus gizi buruk. Sebesar 5,8% balita dengan status gizi lebih. Dibandingkan tahun 2007, terjadi penurunan kekurangan gizi balita pada tahun 2010 dari 18,4% menjadi 17,9% (Profil Kesehatan Indonesia, 2012).
Berdasarkan prevalensi menurut provinsi, prevalensi balita kekurangan gizi terendah dicapai Sulawesi Utara (10,6%), Bali (10,9%) dan DKI Jakarta (11,3%). Sedangkan provinsi dengan prevalensi tertinggi terjadi di Nusa Tenggara Barat (30,5%), Nusa Tenggara Timur 29,4%) dan Kalimantan Barat (29,2%). Target MDGs yang harus dicapai pada tahun 2015 untuk indikator ini sebesar 15,5%. Indikator BB/TB dan Indeks Massa Tubuh (IMT) memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya akut sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi dalam waktu yang tidak lama (singkat), misalnya mengidap penyakit tertentu dan kekurangan asupan gizi yang mengakibatkan anak menjadi kurus.  Indikator antropometri lain untuk menilai status gizi balita yaitu berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Pada tahun 2010 terdapat 13,3% balita wasting (kurus) yang terdiri dari 7,3% balita kurus dan 6,0% sangat kurus. Dibandingkan tahun 2007, terjadi sedikit penurunan persentase balita kurus pada tahun 2010 dari 13,6% menjadi 13,3%. Standar prevalensi balita kurus pada suatu populasi menurut WHO sebes
ar ≤5%. Hal itu berarti masalah kekurusan di Indonesia belum memenuhi standar WHO. Provinsi dengan prevalensi balita kurus terendah yaitu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (7,5%), Kepulauan Riau (8,0%) dan Sumatera Barat (8,2%). Sedangkan provinsi dengan prevalensi tertinggi terjadi di Jambi (20,0%), Bengkulu (17,8%) dan Maluku Utara (17,7%) (Profil Kesehatan Indonesia, 2012).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang aktif ke posyandu dengan status gizi balitanya tidak BGM sebesar 90,16% (110 responden), dan ibu yang aktif ke posyandu dengan status gizi balita BGM sebesar 9,84% (12 responden), sedangkan pada ibu yang tidak aktif ke posyandu dengan status gizi balita tidak BGM sebesar 77,08% (74 responden), dan ibu yang tidak aktif ke posyandu dengan status gizi balita BGM sebesar 22,92% (22 responden). Berdasarkan pengolahan data melalui SPSS didapatkan bahwa p value (0,014) < α (0,05) yang berarti Ho ditolak. Kesimpulannya adalah ada hubungan keaktifan ibu dalam posyandu dengan penurunan jumlah balita BGM di Desa Suko Jember Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember (Penelitian Agung Maula,2013).
Status gizi Balita menurut jenis kelamin dan kabupaten/ kota Provinsi Jambi tahun 2012 yaitu terdapat Balita yang mengalami gizi kurang yaitu sebanyak 3860 orang atau ( 1,9%) dan Balita yang mengalami gizi buruk yaitu sebanyak 142 orang atau ( 0,07%). Menurut profil kesehatan provinsi Jambi tahun 2012 terdapat Balita yang mengalami Gizi kurang di Kabupaten Merangin yaitu sebanyak 469 orang atau (2,27%) ( Profil Kesehatan Provinsi Jambi, 2012).
Menurut laporan situasi gizi dinas Kesehatan Kabupaten Merangin tahun 2011 seluruh Balita berumur 1-5 tahun yaitu jumlah Balita laki-laki sebanyak 15.629 dan Balita Perempuan sebanyak 16.280. Status gizi kurang pada tahun 2011 yaitu Balita laki-laki sebanyak 175 dan Balita perempuan senyak 175, dari data tersebut Puskesmas Sungai bulian mempunyai status gizi kurang sebanyak 35 Balita. Pada tahun 2012 jumlah Balita di Kabupaten Merangin sebanyak 33753, yang mengalami BGM yaitu sebanyak 95 Balita dan yang mempunyai gizi kurang sebanyak 469 atau (1,09%), di Puskesmas Sungai Bulian gizi kurang sebanyak 38 atau (4,14%). Tahun 2013 jumlah Balita yang mengalami BGM sebanyak 57 dan status gizi kurang sebanyak 300, di Puskesmas Sungai Bulian jumlah BGM 15 atau BGM/D 4,96 dan Gizi kurang sebanyak 30 atau (4,85%) (Dinkes Merangin, 2011-2013)
Dari hasil penelitian Nani Darmiza, balita yang berada di garis merah apabila penimbangan Berat Badan ditulis pada Kartu Menuju Sehat, titi BB anak tidak berada di pita warna hiaju dan kuning, tetapi dibawah garis merah, sekalipun pada penimbangan bulan lalu tidak ditimbang. Di Desa Karang Berahi Kecamatan Pamenang masih banyak BB Balita yang BGM Yaitu sebesar 13,57%.

Berdasarkan survei awal didapatkan bahwa di Puskesmas Sungai Bulian jumlah seluruh Balita yaitu sebanyak 620 orang namun yang ditimbang sebanyak 464 orang sehingga dari jumlah tersebut masih banyak Balita yang berada di bawah garis merah yaitu sebanyak 17 orang atau ( 3,5%) (Data Register Puskesmas Tahun 2014).
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik menjadikan Desa Sungai Bulian sebagai tempat penelitian mengenai Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap berat badan Balita di bawah garis merah di Puskesmas Sungai Bulian Tahun 2014.          

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Terhadap Berat Badan Balita di Bawah Garis Merah di Puskesmas Sungai Bulian Kecamatan Tabir Timur Kabupaten Merangin Tahun 2014.
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka pertanyan penelitian yang timbul adalah :
1.      Bagaimana gambaran pengetahuan ibu terhadap berat badan Balita di bawah garis merah di Puskesmas Sungai Bulian tahun 2014.
2.      Bagaimana gambaran sikap ibu terhadap berat badan Balita di bawah garis merah di Puskesmas Sungai Bulian tahun 2014.
3.      Bagaimana hubungan pengetahuan ibu terhadap berat badan Balita di bawah garis merah di Puskesmas Sungai Bulian tahun 2014.
4.      Bagaimana hubungan sikap ibu terhadap berat badan Balita di bawah garis merah di Puskesmas Sungai Bulian tahun 2014.

C.    Tujuan Penelitian
1.      Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap ibu terhadap berat badan balita di bawah garis merah (BGM) di Puskesmas Sungai Bulian tahun 2014.
2.      Tujuan khusus
a.       Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu terhadap berat badan Balita di bawah garis merah di Puskesmas Sungai Bulian tahun 2014.
b.      Diketahuinya gambaran sikap ibu terhadap berat badan Balita di bawah garis merah di Puskesmas Sungai Bulian tahun 2014.
c.       Diketahuinya hubungan pengetahuan ibu terhadap berat badan Balita di bawah garis merah di Puskesmas Sungai Bulian tahun 2014.
d.      Diketahuinya hubungan sikap ibu terhadap berat badan Balita di bawah garis merah di Puskesmas Sungai Bulian tahun 2014.

D.    Manfaat Penelitian
1.      Bagi Instansi Puskesmas Sungai bulian
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan dan pertimbangan dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan di Puskesmas Sungai Bulian.
2.      Bagi Instansi Sekoah Tinggi Ilmu Kesehatan Merangin Prodi DIII Kebidanan
Penelitian diharapkan dapat menjadi masukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan , khususnya mengenai berat badan balita di bawah garis merah dan sebagai bahan bacaan untuk menambah referensi diperpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Merangin
3.      Bagi Peneliti lain
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuhan untuk menerapkan ilmu dan penelitian lanjut dengan variabel berbeda.